BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah Negara agraris yang sebagian
besar penduduknya terdiri dari dari petani sehingga sektor pertanian memegang
peranan penting. Sektor pertanian sebagai sumber kehidupan bagi sebagian besar
penduduk terutama bagi mereka yang memiliki mata pencaharian utama sebagai
petani. Selain itu sektor pertanian, salah satu hal penting yang harus
diperhatikan sebagai penyedia pangan bagi masyarakat. Peningkatan produksi yang
harus seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk dapat dicapai melalui
peningkatan pengelolaan usahatani secara intensif. Oleh karena itu, pengetahuan
tentang cara pengusahaan suatu usahatani mutlak dibutuhkan agar dapat
meningkatkan produktifitas serta dapat meningkatkan pendapatan sehingga
kesejahteraan petani dapat meningkat.
Secara garis besar, besarnya pendapatan
usahatani diperhitungkan dari pengurangan besarnya penerimaan dengan besarnya
biaya usahatani tersebut. Penerimaan suatu usahatani akan dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti luasnya usahatani, jenis dan harga komoditi usahatani
yang diusahakan, sedang besarnya biaya suatu usahatani akan dipengaruhi oleh
topografi, struktur tanah, jenis dan varietas komoditi yang diusahakan, teknis
budidaya serta tingkat teknologi yang digunakan.
kentang merupakan komoditi yang dapat
diperhitungkan oleh para petani. Usahatani kentang berperan dalam pembangunan
nasional Indonesia, walaupun dalam skala usaha rumah tangga persatuan luas
lahan yang kecil. Dalam kenyataannya di pasar, petani hanya diposisikan
sebagai price taker yang tidak dapat mengendalikan harga di
pasar. Oleh karena itu yang dapat dilakukan oleh petani kentang adalah
bagaimana mengefisienkan usahataninya semaksimal mungkin. Untuk itulah analisis
pendapatan merupakan cara yang tepat untuk mengetahui hasil usahatani kentang.
Karena faktor produksi sebagian sudah dilakukan oleh rumah tangga petani
sendiri, maka digolongkan sebagai biaya yang tidak riil dikeluarkan. Hal-hal
lain yang sangat berpengaruh terhadap pendapatan usahatani kentang adalah
menyangkut biaya-biaya yang berbeda-beda antara usahatani kentang satu dengan
usahatani kentang yang lainya sebagai karakteristik varietas.
Dalm praktikum Ilmu Usahatani ini, penulis berusaha untuk
membandingkan analisis pendapatan antara petani terong varietas Ungu dan petani
terong varietas Hijau di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali.
Dari perbandingan tersebut maka diharapkan penulis dapat menentukan terong
varietas mana yang sebaiknya diusahakan oleh petani terong di wilayah tersebut.
1.2 Maksud Dan
Tujuan
1.2.1 Maksud
Praktikum Ilmu Usahatani ini dilaksanakan dengan maksud untuk
melatih mahasiswa dapat memperhitungkan besarnya biaya dan pendapatan dari
usahatani.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah;
1.
Mengetahui besarnya biaya dan pendapatan dari suatu usahatani
terong varietas Ungu.dan varietas Hijau.
2.
Menganalisa efisiensi dan kemanfaatan dari suatu usahatani
terong varietas Ungu.dan varietas Hijau.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Budidaya Tanaman
Terung termasuk salah satu sayuran buah yang banyak digemari
oleh berbagai kalangan. Cita rasanya enak dijadikan lalap segar ataupun masak
sayur lodeh, opor, dan juga diolah menjadi terung asinan serta manisan. Nilai
ekonomi dan sosial terung cukup tinggi. Produksi terung ini tidak hanya lak
dipasaran dalam negeri, tetapi juga sudah menjadi mata dagang ekspor. Bentuk
produk terong yang sudah menembus pasar ekspor adalah “terung asinan” antara
lain ke Jepang (Rukmana, 1994).
Tanaman terung dapat tumbuh dan berproduksi baik di dtaran
rendah sampai dataran tinggi ± 1.000 meter dari permukaan laut (dpl). Selama
pertumbuhannya, terung menghendaki keadaan suhu antara 22°-30° C, cuaca panas,
dan iklimnya kering, sehingga cocok ditanam pada musim kemarau. Pada keadaan
cuaca panas akan merangsang dan memepercepat proses pembungaan ataupun
pembuahan. Namun, bila suhu udara tinggi (diatas 32°C), pembungaan dan
pembuahan terung akan terganggu, yakni bunga dan buah berguguran (Rahardi, dkk,
1993).
Tanaman terung tergolong tahan terhadap penyakit layu bakteri.
Meskipun demikian penanaman terung di daerah yang curah hujannya tinggi dapat
mempengaruhi kepekaannya terhadap serangan penyakit layu bakteri (Pseudomonas
solanacearum E.F Smith) (Rukmana, 1994).
Tanaman terung dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah.
Tetapi keadaan tanah yang paling baik untuk tanaman terung adalah jenis lempung
berpasir, subur, kaya akan bahan organik, aerasi dan drainase baik, serta pada
pH antara 6,6 – 7,3 (Rahardi, dkk, 1993).
2.2. Landasan Teori
Usahatani adalah organisasi dari alam, tenaga
kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi pertanian. Petani sebagai
pengelola usahatani termasuk pembiayaannya adalah seseorang yang membutuhkan
dan berperan dalam perencanaan bisnis yang meliputi penyediaan dan
pengalokasian dana, menciptakan dana melalui pengendalian sumber-sumber serta
mengelolanya dalam kegiatan produksi seefektif mungkin. Dengan demikian petani
tidak boleh salah langkah dalam tindakannya untuk mencapai tujuan produksi
tersebut (Hernanto,1988).
Usahatani dapat dikatakan berhasil minimal harus dapat
menghasilkan cukup pendapatan untuk membayar biaya semua alat yang diperlukan,
bunga modal, upah tenaga kerja petani dan keluarganya yang digunakan untuk
usahatani secara layak dan dapat mempertahankan keadaan usahatani sedikitnya
berada dalam keadaan semula (Hadisaputro, 1973).
Ketika membicarakan laba, kebanyakan orang mengaitkannya dengan
uang sisa dari pendapatan, setelah dikurangi semua biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan itu. Laba besarnya mengacu pada surplus atau kelebihan
pendapatan atas biaya (keuntungan netto dari suatu proses produksi). Menurut
kami, laba adalah perbedaan antara pendapatan kotor (Gross Income) dan biaya
operasi (Operating Cost). Biaya operasi adalah jumlah semua biaya tidak
tetap ditambah biaya tetap untuk operasi (bukan biaya tetap total). Dengan kata
lain, laba adalah marjin kotor total kurang biaya tetap untuk operasi
(Makeham, et al, 1999).
Imbalan usahatani berasal dari empat sumber utama :
1) Pendapatan usahatani, yaitu
pendapatan uang berasal dari kegiatan usahatani dan peternakan setiap tahun.
Ada lima sumber umum dalam kategori pendapatan usahatani :
1.
Penjualan produk tanaman, ternak dan hasil-hasil ternak (susu,
kompos)
2.
Produk-produk usahatani yang dikonsumsi oleh keluarga tani
3.
Sisa hasil usaha (SHU) dari koperasi, kelompok tani dimana
petani yang bersangkutan menjadi anggota
4.
Pendapatan non uang tunai yang berasal dari perubahan inventaris
(stok ekstra yang ada pada akhir tahun jual beli)
2) Penerimaan keluarga, dari luar
usahatani misalnya : penjualan kerajinan tangan, laba karena
berdagang kecil-kecilan
3) Penjualan barang modal dan
mesin-mesin, yakni penjualan lahan, mesin atau modal lainnya yang bukan
merupakan produk normal dalam tahun operasi usahatani, penjualan semacam itu
tidak dipandang sebagai bagian dari pendapatan tahunan usahatani
4) Uang pinjaman
(Makeham, et al, 1999).
Dalam pengaturan faktor-faktor produksi yang dalam keadaan
minimal, petani harus memahami sungguh kaitan atau relasi antara faktor-faktor
minimal satu sama lain. Faktor-faktor dari usahatani keluarga yang berada dalam
keadaan minimal ialah : tanah dan modal. Kaitan-kaitan yang kita maksud adalah
:
1) Peningkatan modal per tenaga
kerja atau peningkatan intensitas modal akan mempengaruhi pengelolaan usaha
tani keluarga secara demikian :
1.
Luas tanah garapan akan bertambah, tetapi luas tanah garapan per
kesatuan modal akan menurun, hal itu disebabkan karena perluasan tanah garapan
jalannya lebih lamban dari jalannya kenaikan intensitas modal
2.
Hasil kerja per tenaga akan naik, tetapi kenaikannya lebih
lambat daripada keniakan intensitas modal
2) Modal per tenaga kerja atau
intensitas menurun akan mendatangkan luas tanah garapan menurun, menurunnya
luas tanah garapan lebih lambat daripada menurunnya intensitas modal
3) Jumlah tenaga kerja bertambah
atau intensitas kerja naik akan mendatangkan :
1.
Menurunnya intensitas modal (modal per tenaga kerja)
2.
Luas total dari tanah garapan akan naik, kenaikan luas tanah
jalannya tak sejajar dengan kenaikan intensitas kerja, sebaliknya luas tanah
per tenaga kerja menurun
3.
Produksi total akan naik, tetapi produksi per tenaga kerja akan
menurun, pun konsumsi per tenaga kerja akan menurun
4.
Daya penampungan tanah terhadap tenaga kerja tidak dipengaruhi
4) Modal dan tenaga kerja
bertambah akan mendatangkan hasil total naik dan luas tanah garapan per tenaga
kerja naik
5) Pengurangan atas alat-alat
produksi akan mendatangkan :
1.
Produksi per tenaga kerja akan menurun
2.
Kapasitas kerja akan menurun
3.
Konsumsi akan menurun karena produksi per tenaga kerja menurun
(Tohir, 1991).
Efisiensi usahatani memberikan batas layak dan tidaknya suatu
usahatani dilaksanakan. Perhitungan efisiensinya menggunakan biaya dalam
usahatani dianalisis melalui imbangan antara penerimaan total dengan biaya
total yang disebut Return and Cost Ratio (R/C ratio). Pada
metode ini mengandung arti bahwa tingkat efisiensi usahatani diukur atas dasar
keuntungan (Hernanto, 1988).
Efisiensi perlu diperhitungkan karena pendapatan usahatani yang
tinggi tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi pula, selanjutnya untuk
mengetahui manfaat dari suatu teknologi atau keragaman usahatani yang satu
terhadap yang lain dapat dilakukan dengan analisis B/C ratio.
(Soeharjo, et al, 1977).
Selain BEP dan ROI yang digunakan dalam analisis usahatani
adalah analisis yang bersifat menyeluruh dan ada juga analisis untuk kelayakan
usahatani. Analisis lebih menekankan pada kriteria investasi yang pengukurannya
diarahkan pada usaha-usaha untuk membandingkan, mengukur serta menghitung
tingkat hubungan suatu usahatani. Dan beberapa modal yang dapat digunakan
sebagai indikator dalam pengukuran analisis kelayakan. Model ini paling
dianjurkan karena perhitungannya masih dalam keadaan kotor. Rumusnya adalah
sebagai berikut:
B/C = Hasil penjualan
Modal produksi
(Rahardi, et al, 1999).
BAB III. METODE PENGUMPULAN DATA
3.1. Metode Pengambilan Sampel
3.1.1. Metode Pengambilan Sampel
Wilayah
Lokasi yang menjadi sampel penelitian dipilih secara Purposive(sengaja)yaituDesa
Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali dengan pertimbangan bahwa desa
ini merupakan wilayah dataran tinggi yang sebagian besar penduduknya
bermatapencaharian sebagai petani yang membudidayakan sayuran, salah satunya
adalah tanaman terong.
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan dua
teknik sampel. Pertama teknik Purposive Sampling, yaitu teknik
sampling yang didasarkan pada pertimbangan dan kriteria tertentu berdasarkan
tujuan penelitian, yaitu petani terong. Teknik yang keduaProporsional
Sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pembagian varietas. Jumlah
petani yang diambil sebagai sampel sebanyak 20 petani yang terdiri dari 10
petani terong varietas Ungu dan 10 petani terong varietas Hijau.
3.1.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data pada praktikum
Ilmu Usahatani ini adalah metode wawancara dengan menggunakan alat bantu
kuesioner yang disesuaikan dengan kebutuhan data dan informasi yang diperlukan.
Data yang diperlukan adalah data primer tentang karakteristik petani, biaya
serta penerimaan usahatani yang diperoleh secara langsung dari petani.
3.2. Metode Analisis
3.2.1. Metode Deskriptif Analisis
Metode ini berusaha memberi arti terhadap data dengan
menggambarkannya sesuai keadaan teraktual. Data tersebut disusun,
dianalisis, dijelaskan kemudian diambil kesimpulannya.
3.2.2. Tabulasi Data
Tabulasi data dimaksudkan sebagai pengelompokkan data-data
berdasarkan kriteria tertentu, sehingga data yang dikumpulkan menjadi tidak
rancu.
3.2.3. Persentase dan Rata-rata
Metode yang dilakukan dengan menghitung persentase dari setiap
data yang telah dihitung rata-ratanya dari 20 orang responden yang terbagi
dalam dua kelompok, yaitu petani terong varietas Ungu dan petani petani terong
varietas Hijau.
3.2.4. Pendapatan
Perhitungan pendapatan diperoleh dari penerimaan usahatani
dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan.
3.2.5. Analisis R/C
Analisis R/C rasio dilakukan untuk mengetahui efisiensi
usahatani yang diperoleh dari perbandingan antara penerimaan usahatani dengan
biaya usahatani.
3.2.6. Analisis B/C
Analisis B/C digunakan untuk membandingkan kemanfaatan dua
varietas yang diusahakan dari suatu usahatani yang diperoleh dari perhitungan
selisih penerimaan antara dua varietas dibagi dengan selisih biaya.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Sampel
Desa yang dipilih untuk pelaksanaan praktikum Ilmu Usahatani
kali ini, mengambil obyek di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten
Boyolali yang berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Salatiga. Di
desa ini sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani yang
membudidayakan tanaman sayuran seperti terong, kol, cabe, wortel, kentang,
tomat, labu siyam dan lain-lain. Untuk budidaya tanaman terong, petani
memanfaatkan waktu saat musim peralihan yaitu hujan ke musim kemarau, tetapi
saat ini banyak juga yang masih menanam terong walaupun musimnya telah
musim hujan, karena tanaman terong tidak banyak membutuhkan air, jadi lebih
baik diusahakan pada waktu musim kemarau. Jika ditanam pada musim hujan seperti
sekarang, biasanya tanaman terong tidak tumbuh dengan baik karena banyak
bunganya yang tidak jadi karena jatuh. Untuk itu, petani biasanya hanya
membudidayakan tanaman terong satu musim tanam dalam satu tahun dimana satu
musim tanam membutuhkan waktu kurang lebih empat bulan bulan. Di luar bulan itu
petani memanfaatkan lahannya untuk ditanami komoditas lain sesuai dengan
kondisi iklim dan cuaca. Petani di Desa Bangsalan ini tidak mengeluarkan biaya
untuk pengairan karena memang letak wilayahnya di kaki gunung sehingga memungkinkan
petani langsung mengairi lahan pertaniannya dari sumber atau dari aliran sungai
yang ada. Kondisi lahan pertanian di daerah ini sebagian besar tanahnya berupa
lereng, sehingga petani menggunakan sistem sengkedan dan terasering untuk
mencegah adanya erosi saat musim hujan. Namun, ada juga yang lahan pertaniannya
berupa dataran.
Tabel 4.1.1. Karakteristik Petani Komoditas Terong Varietas Ungu
dan Varietas Hijau di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali Tahun
2005.
No
|
Uraian
|
Varietas Ungu
|
Varietas Hijau
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
Umur (th)
Pendidikan
(th)
Pengalaman
mengusahakan (th)
Jumlah
anggota keluarga
Jumlah
anggota keluarga yang aktif di usahatani
Luas
lahan (Ha)
Status
kepemilikan
Investasi
yang dimiliki
|
55
9
24
5
3
0.45
Pemilik penggarap
Sabit, cangkul, dan semprotan
|
52
6
19
5
2
0.41
Pemilik penggarap
Sabit, cangkul, dan semprotan
|
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 4.1.1. dapat diketahui bahwa kondisi petani terong
varietas Ungu di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali ini
rata-rata berusia 55 tahun yang memiliki pendidikan sampai tingkat SMP atau 9
tahun sedangkan pada petani varietas Mareta rata-rata berusia 52 tahun dan
sebagian besar mengenyam pendidikan hanya sampai SD atau 6 tahun. Pengalaman
petani dalam mengusahakan terong varietas Ungu rata-rata selama 24 tahun
sedangkan pada varietas Hijau rata-rata selama 19 tahun. Pada umumnya mereka
hanya belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang-orang terdahulu
dan sedikit pelajaran yang diperoleh dari penyuluhan-penyuluhan yang diberikan
di daerah tersebut. Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan petani
terong varietas Ungu dan varietas Hijau rata-rata lima orang yang terdiri dari
suami, istri, anak dan terkadang ada orang tua yang ikut tinggal bersama petani
tersebut sedangkan yang aktif di usahatani hanya tiga orang untuk petani
varietas Ungu dan dua orang untuk petani varietas Hijau. Petani di Desa
Bangsalan semua memiliki lahan pertanian sendiri yang luas lahannya bervariasi.
Petani varietas Ungu rata-rata memiliki luas lahan sekitar 0,45 hektar
sedangkan petani varietas Hijau hanya 0,41 hektar. Sebagian besar kepemilikan
lahan ini diperoleh secara turun temurun dari orang tua mereka. Selain itu, ada
juga yang memiliki lahan dari hasil membeli. Untuk investasi yang dimiliki oleh
semua petani adalah cangkul, sabit dan semprotan yang semuanya digunakan oleh
semua petani untuk proses pengolahan usahatani. Petani di Desa Bangsalan tidak
menggunakan traktor, hal ini karena traktor dirasa tidak diperlukan
karena kondisi tanah yang sudah gembur yang cukup diolah dengan cangkul, selain
itu menurut petani dengan adanya traktor akan menambah biaya usahatani.
4.2 Budidaya Tanaman Oleh Petani Sampel
Dari hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh keterangan
sebagai berikut, yaitu petani terong yang ada di Desa Bangsalan, Kecamatan
Teras, Kabupaten Boyolali terbagi kedalam dua kelompok yaitu petani yang
mengusahakan terong varietas Ungu dan varietas Hijau. Pengelolaan tanaman
terong mengalami tahap-tahap tertentu secara berurutan, antara lain :
1. Persiapan lahan
Lahan biasanya sudah digunakan untuk budidaya tanaman sebelumnya
sehingga kondisi lahan masih gembur dan hanya memerlukan sedikit air untuk
memudahkan dalam pencangkulan. Dalam persiapan lahan, petani di Bangsalan ini
tidak menggunakan traktor karena kondisi tanah yang sudah gembur sehingga
adanya traktor dirasa tidak perlu. Pada persiapan lahan biasanya petani memakai
tenaga kerja keluarga.
2. Pencangkulan
Lahan yang sudah mengandung air dicangkul dan diberi pupuk
kandang sebanyak 5 ton untuk 1000 m2 tanah. Tanah dicangkul
sedalam 50 cm, hal ini dimaksudkan agar terong yang ditanam dalam tanah
nantinya dapat menyerap unsur hara. Tenaga kerja yang dipakai untuk mencangkul
tanah yaitu tenaga petani dengan sistem borongan.
3. Penanaman.
Benih yang sudah disiapkan, ditanam/ditimbun dalam tanah
bedengan sedalam 15 – 20 cm, dengan jarak antara bibit satu dengan yang lainnya
30 cm, setelah itu di sekitar bibit yang ditanam diberi tongkat. Hal ini
dimaksudkan agar nanti pada saat batang mulai tumbuh dapat didukung oleh
tongkat tersebut untuk bisa tetap berdiri tegak. Tenaga kerja yang dipakai
sebanyak 15 – 20 orang tenaga kerja wanita.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan terong baik varietas Ungu maupun varietas Hijau
meliputi kegiatan menyiangi, memupuk dan menyemprot. Menyiangi yaitu mencabuti
rumput dan ilalang yang tumbuh disekitar tanaman terong yang keberadaannya
dapat menghambat pertumbuhan terong itu sendiri. Petani memupuk tanaman terong
dengan komposisi pupuk yang sudah ditakar, biasanya terdiri dari KCL, ZA, TSP
dan Urea sebanyak kurang lebih 950 kg untuk lahan seluas 1 hektar. Sedangkan
pestisida yang biasa dipakai petani terong di Desa Bangsalan adalah Matador,
Ditane, Antracol, Dusrban dan Cosin. Penggunaannya harus sesuai takaran,
misalnya untuk 1 hektar diberi 4 liter Matador, 4 kg Ditan dan 4 kg Antrakol
yang memiliki fungsi yang berbeda-beda. Matador untuk mengobati hama tikus dan
wereng, Antracol dan Ditane berguna agar daun tanaman menjadi tebal sehingga
tanaman kebal tergadap penyakit, sedangkan Dusrban berfungsi agar tanaman
kentang tidak cepat membusuk. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja
keluarga dan tenaga kerja luar.
5. Panen.
Tanaman terong sudah dapat dipanen saat kentang berumur ± 120
hari atau empat bulan. Untuk pemanenan, tenaga kerja yang dipakai adalah tenaga
kerja upahan lepas sehingga petani memiliki tanggungan untuk memberi upah pada
mereka, namun tidak memberi makan.
7. Pasca panen.
Saat pasca panen, petani terong biasanya tidak mengeluarkan
biaya transportasi pengangkutan terong., karena setelah itu biasanya para
pembeli datang langsung ke lahan petani yang telah panen, sehinga biaya
transportasi sudah menjadi tanggungan pedagang.
4.3 Analisis Hasil
Tabel 4.3.1. Besarnya Biaya yang Dikeluarkan oleh Petani Dalam
Usahatani Terong Varietas Ungu Tahun 2005 (Rp)
No
|
Uraian
|
Per Luas Usahatani
|
Per Hektar
|
||
Nilai (Rp)
|
%
|
Nilai
|
%
|
||
1
2
3
4
|
Saprodi
1.
Bibit
2.
Pupuk
(kandang, urea dll)
3.
Pestisida
Tenaga
kerja
Pengairan
Pajak
/sewa tanah
|
261.000,00
1.302.900,00
150.900,00
412.420,00
–
5.500,00
|
12,23
61,09
7,08
19,34
– 0,26
|
678.660,00
2.949.908,40
401.704,00
962.361,10
–
12.137,50
|
13,56
58,94
8,03
19,23
– 0,24
|
|
Total biaya
|
2.132.720,00
|
100
|
5.004.771,00
|
100
|
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 4.3.1 dapat diketahui bahwa alokasi pengeluaran
terbesar pada Saprodi khususnya pupuk yaitu sebesar Rp 1.302.900,00 atau
sebesar 61,1 % dari seluruh total pengeluaran per luas usahatani.
Jika dikonversikan dalam luas per hektar maka akan didapat alokasi biaya
sebesar
Rp 2.949.908,40 atau sebesar 58,94 %. Alokasi biaya yang dikeluarkan untuk
bibit sebesar Rp 261.000,00 atau 12,23 % untuk tiap luas usahatani dan sebesar
Rp 678.600,00 per hektarnya. Bibit yang digunakan ada dua macam yaitu bibit
yang umbinya berukuran kecil dan bibit yang umbinya berukuran besar. Harga
bibit kedua ukuran tersebut sama yaitu Rp 600,-/kg, yang membedakan hanyalah
jumlahnya umbinya. Biaya yang dikeluarkan untuk pestisida sebesar Rp 150.900,00
atau 7,08% dari total biaya per luas usahatani dan sebesar Rp 401.704,00 atau
8,03 % per hektarnya. Biaya untuk tenaga kerja luar sebesar Rp 412.420,00 atau
19,34 % dari total biaya per luas usahatani dan jika dikonversikan ke dalam Ha
akan diperoleh hasil sebesar Rp 962.361,10 atau 19,23 %. Pengairan
pada lahan pertanian yaitu langsung dari aliran sungai yang ada di sekitarnya,
selain itu juga menggantungkan air hujan, sehingga petani tidak mengeluarkan
biaya untuk pengairan. Pajak tanah yang harus ditanggung petani adalah Rp
5.500,00 per luas usahatani atau Rp 12.137,00 per
hektar lahan pertanian untuk satu kali musim tanam atau tiga bulan. Petani
kentang di Bangsalan semua memiliki lahan sendiri sehingga tidak terkena biaya
sewa lahan. Total biaya yang dikeluarkan untuk komoditas kentang varietas Grenn
sebesar Rp 2.132.720,00.
Tabel 4.3.2. Besarnya Biaya yang Dikeluarkan oleh Petani Dalam
Usahatani Terong Varietas Hijau Tahun 2005 (Rp)
No
|
Uraian
|
Per Luas Usahatani
|
Per Hektar
|
||
Nilai (Rp)
|
%
|
Nilai
|
%
|
||
1
2
3
4
|
Saprodi
1.
Bibit
2.
Pupuk
(kandang, urea dll)
3.
Pestisida
Tenaga
kerja
Pengairan
Pajak
/sewa tanah
|
160.000,00
787.050,00
174.800,00
379.100,00
–
5.125,00
|
10,62
52,26
11,61
25,17
–
0,34
|
376.666,70
1.905.200,00
440.033,40
925.733,30
–
12.500,00
|
10,29
52,06
12,02
25,29
–
0,34
|
|
Total biaya
|
1.506.075,00
|
100
|
3.660.133,4,00
|
100
|
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 4.3.2. dapat disimpulkan bahwa alokasi pengeluaran
terbesar pada saprodi terutama pada pupuk yaitu sebesar Rp 787.050,00 atau
52,26 % dari total biaya per luas usahatani dan sebesar Rp 1.905.200,00 atau
52,06 % per hektar. Pupuk yang digunakan sama dengan pada varietas Grenn yaitu
pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (urea, KCL, ZA, dan TSP).
Biaya yang dikeluarkan untuk pestisida sebesar Rp 174.800,00 atau 11,61 %
per luas usahatani dan Rp 440.033,40 atau 12,02 % untuk luas perhektar. Biaya
untuk bibit sebesar Rp 160.000,00 atau 10,62 % perluas usahatani dan sebesar Rp
376.667,70 atau 10,29 % per hektarnya. Biaya untuk tenaga kerja luar sebesar Rp
379.100,00 atau 25,17 % dan jika dikonversikan dalam luasan perhektar maka
biaya untuk tenaga kerja sebesar Rp 925.733,30 atau 25,29 %. Sama halnya pada
kentang varietas Grenn pada varietas Mareta ini biaya pengairan uga tidak ada,
karena air diperoleh dari sungai dan air hujan. Sedangkan biaya untuk pajak
tanah sebesar Rp 5.125,00 atau 0,34 % per luas usahatani. Total biaya yang
dikeluarkan untuk varietas Mareta lebih kecil dibanding dengan biaya yang
dikeluarkan untuk varietas Grenn, yaitu sebesar Rp 1.506.075,00.
Tabel 4.3.3. Produksi, Penerimaan, Biaya dan Pendapatan
Usahatani Terong Varietas Ungu di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten
Boyolali.
No
|
Uraian
|
Per Luas Usahatani
|
Per Hektar
|
1.
2.
3.
4.
|
Produksi (Kg)
Penerimaan
(Rp)
Total
Biaya (Rp)
Pendapatan
(Rp)
|
4.390,00
15.365.000,00
2.132.720,00
13.232.330,00
|
9.777,30
32.599.564,20
5.004.771,00
27.594.843,00
|
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 4.3.3. diketahui bahwa produksi rata-rata komoditas
kentang varietas Grenn sebesar 4.390 kg per luas usahatani atau sebesar 9.777,3
kg per hektarnya. Di desa Bangsalan ini standar harga kentang varietas Grenn
dari petani ke pedagang pengumpul sebesar Rp 3.500,00 per kg, sehingga
penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 15.365.000,00 per luas usahatani
atau Rp 32.599.564,20 per hektarnya. Untuk biaya yang dikeluarkan petani
sebesar Rp 2.132.720,00 per luas usahatani
atau
Rp 5.004.771,00 per hektar, sehingga diketahui pendapatan yang diperoleh petani
sebesar Rp 13.232.330,00 per luas usahatani atau Rp 27.594.843,00 per
hektarnya.
Tabel 4.3.4. Produksi, Penerimaan, Biaya dan Pendapatan
Usahatani Terong Varietas Hijau di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten
Boyolali.
No
|
Uraian
|
Per Luas Usahatani
|
Per Hektar
|
1.
2.
3.
4.
|
Produksi (Kg)
Penerimaan
(Rp)
Total
Biaya (Rp)
Pendapatan
(Rp)
|
3.740
11.220.000
1.506.075
9.713.925
|
9.121,95
27.550.000
3.660.133,3
23.889.866,7
|
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 4.3.4. dapat diketahui bahwa produksi kentang
varietas Mareta sebesar 3.740 kg per luas usahatani atau 9.121,95 kg per
hektar. Dan penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 11.220.000,00 per luas
usahatani atau Rp 27.550.000,00 per hektar. Penerimaan ini diperoleh
berdasarkan perhitungan harga kentang varietas Mareta yaitu Rp 3.000,00 per kg
dikalikan dengan jumlah produksi kentang. Untuk total biaya yang dikeluarkan
dalam pengelolaannya sebesar Rp 1.506.075,00 per luas usahatani
atau
Rp 3.660.133,30 per hektar. Sedangkan pendapatan yang diperoleh petani kentang
varietas Mareta yaitu sebesar Rp 9.713.925,00 per luas usahatani atau Rp
23.889.866,70 per hektar.
Dari Tabel 4.3.3 dan Tabel 4.3.4 dapat dibandingkan bahwa jumlah
produksi, penerimaan, total biaya pada kentang varietas Grenn lebih besar
daripada kentang varietas Mareta. Perbedaan pendapatannya juga cukup besar dan
berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena kualitas kentang varietas Grenn lebih
baik yaitu ukurannya lebih besar dan lebih tahan lama, sehingga harga jualnya
juga lebih besar dibanding dengan varietas Mareta. Kondisi seperti inilah yang
menyebabkan petani kentang di Desa Bangsalan lebih memilih varietas Grenn
daripada varietas Mareta.
Tabel 4.3.5 Besarnya R/C Ratio dan Incremental B/C Ratio
pada Usahatani Terong Tahun 2005 di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten
Boyolai.
No
|
Varietas
|
Penerimaan (Rp)
|
Biaya (Rp)
|
Pendapatan (Rp)
|
R/C Ratio
|
B/C Ratio
|
1.
2.
|
Ungu
Hijau
|
32.599.564,20
27.550.000,00
|
5.004.771,00
3.660.133,30
|
27.594.843,00
23.889.866,70
|
6,50
7,53
|
3,75
|
Sumber : Analisis Data Primer
Perhitungan
1. R/C Ratio
a. Varietas Ungu
R/C Ratio = Χ Penerimaan Usahatani per Ha
X Biaya Usahatani per Ha
= Rp 32.599.0564,20
Rp 5.004.771,00
= 6,5
b. Varietas Hijau
R/C Ratio = Χ Penerimaan Usahatani per Ha
X Biaya Usahatani per Ha
= Rp 27.550.000,00
Rp 3.660.133,30
= 7,53
2. B/C Ratio (Incremental)
B/C Ratio = Δ Penerimaan Usahatani per Ha
Δ Biaya Usahatani per Ha
= Rp 32.599.564,20 – Rp 27.550.000,00
Rp 5.004.770,00 – Rp 3.660.133,30
= Rp 5.049.564,20
Rp 1.344.637,70
= 3,75
Dari Tabel 4.3.5 diketahui besarnya R/C ratio varietas Grenn
yaitu 6,5 dengan perhitungan rata-rata penerimaan per hektar dibagi dengan
rata-rata biaya usahatani per hektar. Sedangkan untuk varietas Mareta diperoleh
nilai R/C ratio sebesar 7,53, yang berarti nilai R/C ratio pada varietas Mareta
lebih besar dari varietas Grenn. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kentang
varietas Mareta mempunyai efisiensi lebih besar dibanding usahatani kentang
varietas Grenn. Nilai B/C ratio yaitu 3,75 yang diperoleh dari perhitungan
selisih penerimaan usahatani per hektar dibagi selisih biaya usahatani per
hektar antara varietas Grenn dengan varietas Mareta.
4.4 Pembahasan
Petani terong varietas Ungu di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras,
Kabupaten Boyolali rata-rata berusia 55 tahun, sedangkan petani kentang
varietas Mareta rata-rata berusia 52 tahun, yang berarti masih dalam usia
produktif. Pengalaman petani kentang varietas Ungu dalam usahatani, yaitu
24 tahun, lebih lama dibandingkan pengalaman petani kentang varietas Mareta
yakni 19 tahun. Hal ini dikarenakan petani responden untuk usahatani
kentang varietas Mareta kebanyakan memang baru dalam usahatani ini. Kepemilikan
lahan petanian jika dirata-rata adalah 0,45 hektar namun pada dasarnya
bervariasi, mulai dari 0,1 hektar, 0,5 hektar sampai 1 hektar. Petani pemillik
luas lahan 1 hektar adalah petani yang juga menjadi pamong desa, sehingga lahan
tersebut merupakan tanah bengkok. Status kepemilikan lahan adalah pemilik
penggarap, dimana lahan ini diperoleh petani secara turun-temurun dari warisan
orang tua dan ada sebagian petani memiliki lahan dengan membeli. Investasi yang
dimilki oleh semua petani adalah cangkul, sabit dan semprotan yang digunakan
dalam proses pengelolaan usahatani kentang. Petani di Bangsalan tidak
menggunakan traktor untuk mengolah lahan, disebabkan karena keadaan tanah di
Desa Bangsalan sudah gembur dan lembab sehingga keberadaan traktor dirasa tidak
perlu, selain itu petani beranggapan dengan menggunakan traktor maka biaya yang
akan dikeluarkan akan semakin besar.
Dalam pembudidayaan kentang baik varietas Grenn maupu varietas
Mareta melalui beberapa tahap antara lain : persiapan lahan, pencangkulan,
penggilian, penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, panen dan pasca
panen. Pada tahap persiapan lahan, petani membersihkan lahan dari sisa-sisa
tanaman sebelumnya kemudian lahan dialiri air yang diambil dari sungai yang
terdekat, agar tanah menjadi lembab dan lebih gembur sehingga memudahkan dalam
pencangkulan. Selanjutnya petani mencangkul lahan sedalam 50 cm agar unsur
hara-unsur hara dan mikroba yang ada dalam tanah dapat tercampur, yang nantinya
akan dibutuhkan oleh tanaman kentang dalam pertumbuhannya. Kemudian tanah
diberi pupuk kandang agar kesuburan tanah tetap terjaga. Lahan yang sudah
dicangkul kemudian dibuat bedengan memanjang yang tingginya kurang lebih 20 cm
dan lebarnya 20 cm. Hal ini dimaksudkan agar air yang mengalir tidak langsung
mengenai bibit kentang. Karena apabila air mengenai kentang maka akan terjadi
kebusukan sebelum kentang bisa dipanen. Tahap selanjutnya adalah penanaman
bibit kentang yang sudah disiapkan, yaitu berupa umbi yang sudah tumbuh batang
dan daunnya, dan petani memperoleh bibit ini dengan membeli. Bibit ditanam
dengan kedalaman 20 cm pada bedengan yang sudah dibuat dan jarak tanam antara
bibit yang satu dengan lainnya kurang lebih 30 cm, kemudian tiap bibit diberi
tongkat setinggi 30 cm dengan maksud untuk mendukung pertumbuhan tanaman
kentang agar tetap tegak berdiri. Petani menyiangi tanaman tiga sampai lima
kali dalam satu musim, hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan tanaman kentang
tidak kalah dengan tumbuhan liar yang merugikan. Supaya mendapatkan hasil yang
optimal petani memberi pupuk anorganik dan pestisida pada tanaman kentang.
Pupuk anorganik yang biasa digunakan petani di Bangsalan adalah urea, KCL, TSP
dan ZA, dengan kompisisi dan takaran yang sudah disesuaikan. Pestisida yang
digunakan adalah Matador, Ditane, Antracol, Dursban dan cosin. Pestisida ini
digunakan untuk mencegah adanya hama dan penyakit pada tanaman kentang. Setelah
tanaman kentang berumur kurang lebih 80 – 90 hari maka tanaman tersebut sudah
siap dipanen. Pada pasca panen kentang dimasukkan dalam kantong plastik dan
diangkut kerumah yang selanjutnya dibersihkan dari sisa-sisa tanah yang
menempel dengan air. Kemudian petani menunggu pedagang pengumpul yang akan
membeli kentang tersebut yang datang dari berbagai daerah seperti Semarang,
Surakarta, Yogyakarta dan sebagainya. Jadi petani tidak perlu menjual
kentangnya kepasar.
Pemeliharaan kentang baik varietas Grenn maupun varietas Mareta,
keduanya sama-sama membutuhkan sedikit air, namun membutuhkan udara yang
lembab. Untuk itu, petani membudidayakan kentang pada musim peralihan (musim
hujan ke musim kemarau) yaitu bulan Maret sampai bulan Juni sehingga dalam
pembudidayaannya petani tidak mengeluarkan biaya untuk pengairan.
Dalam pembudidayaannya terdapat perbedaan antara kentang
varietas Grenn dan varietas Mareta. Pada dasarnya kualitas kentang varietas
Grenn lebih bagus daripada varietas Mareta yaitu umbi kentang varietas Grenn
lebih besar dan tahan lama dari kebusukan, untuk itu petani kentang varietas
Grenn benar-benar memperhatikan dalam pemeliharaannya mulai dari penggunaan
bibit, pemupukan, pestisida sampai pasca panen, demi mendapatkan hasil yang
lebih optimal, sehingga nilai jualnya lebih besar dan penerimaan yang diperoleh
petani pun lebih besar. Sedangkan petani kentang varietas Mareta cenderung
kurang memperhatikan dalam pemeliharaannya.
Biaya yang dikeluarkan untuk usahatani kentang varietas Grenn
lebih besar dibandingkan dengan biaya usahatani varietas Mareta. Besarnya biaya
usahatani kentang varietas Grenn disebabkan oleh tingginya biaya bibit
yang digunakan dan tingginya biaya pupuk. Seperti yang telah dijelaskan diatas,
yaitu karena keinginan petani memperoleh hasil yang lebih optimal pada kentang
varietas Grenn, untuk itu petani benar-benar memperhatikan dalam
pemeliharaannya sampai pada kebutuhan pupuk, dan petani rela mengeluarkan biaya
yang lebih besar. Biaya untuk tenaga kerja luar pada kedua usahatani hampir
sama. Di Desa Bangsalan rasa kekeluargaan dan kegotong-royongannya masih kuat,
sehingga pada beberapa kegiatan seperti pada persiapan lahan dan panen, tenaga
kerja yang digunakan adalah dengan sistem sambatan yang berarti tenaga kerja
tersebut tidak diberi upah hanya diberi makan dan jajanan.
Hasil produksi kentang varietas Grenn per hektarnya lebih besar
daripada hasil usahatani kentang varietas Mareta. Selain itu nilai jual
pada kentang varietas Grenn lebih besar daripada varietas Mareta, sehingga
penerimaan yang diperoleh petani kentang varietas Grenn lebih besar pula.
Pendapatan usahatani merupakan selisih dari penerimaan usahatani
dengan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani. Berdasarkan analisis pendapatan
usahatani kentang varietas Grenn lebih besar dari pada usahatani kentang
varietas Mareta. Hal ini karena jumlah produksi dan nilai jual kentang varietas
Grenn lebih besar daripada kentang varietas Mareta, sehingga mempengaruhi
besarnya pendapatan.
Efisiensi usahatani kentang varietas Grenn dan varietas Mareta
dapat dilihat dari nilai R/C rasionya. R/C rasio menunjukkan penerimaan dari
tiap rupiah yang dikeluarkan untuk usahatani. Berdasarkan R/C rasionya,
usahatani kentang varietas Mareta lebih efisien dari kentang varietas Grenn,
karena nilai R/C rasionya lebih tinggi. Rendahnya efisiensi usahatani kentang
varietas Grenn disebabkan biaya usahatani yang tinggi. Namun dalam
prakteknya usahatani yang lebih efisien tidak selalu memberikan keuntungan yang
lebih besar. Kondisi ini ditunjukkan dari sikap petani yang sebagian besar
justru mengusahakan kentang varietas Grenn, karena pada varietas ini memberikan
keuntungan atau pendapatan yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan tujuan awal
dari usahatani yaitu memperoleh pendapatan yang setinggi-tinginya. Nilai
incremental B/C ratio yaitu 3,75 yang diperoleh dari selisih penerimaan
usahatani per hektar dibagi selisih biaya usahatani per hektar antara varietas
Grenn dengan varietas Mareta. B/C ratio yang nilainya > 1 ini menunjukkan
bahwa penambahan biaya untuk kedua varietas ini masih memberikan manfaat atau
dengan kata lain penambahan produksi untuk kedua varietas ini masih lebih besar
daripada penambahan biayanya.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan pada petani kentang
varietas Grenn dan Varietas Mareta di Desa Bangsalan, Kecamatan Ngablak,
Kabupaten Magelang ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Jumlah produksi yang dihasilkan dari usahatani kentang Varietas
Grenn sebanyak 9.777,3 kg per hektar, sedangkan jumlah produksi kentang
varietas Mareta sebanyak 9.121,95 kg per hektar
2.
Penerimaan yang diperoleh dari usahatani kentang varietas Grenn
sebesar
Rp 32.599.564,20 per hektar, sedangkan pada kentang varietas Mareta sebesar Rp
27.550.000,00 per hektar
3.
Total biaya yang dikeluarkan pada usahatani kentang varietas
Grenn sebesar Rp 5.004.770,00 per hektar sedangkan kentang varieras
Mareta Rp 3.660.133,30 per hektar
4.
Pendapatan yang diterima pada usahatani kentang varietas Grenn
sebesar
Rp 27.594.843,00 per hektar, sedangkan pada kentang varietas Mareta sebesar Rp
23.889.866,70 per hektar
5.
R/C ratio kentang varietas Grenn adalah 6,5 lebih kecil
dibanding kentang varietas Mareta sebesar 7,53. Hal ini berarti bahwa usahatani
kentang varietas Mareta mempunyai efisiensi yang lebih besar daripada usahatani
kentang varietas Grenn.
6.
B/C ratio (incremental) dari kedua varietas adalah 3,75 yang
berarti nilainya > 1. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan biaya untuk kedua
varietas ini masih memberikan manfaat atau dengan kata lain penambahan produksi
untuk kedua varietas ini masih lebih besar daripada penambahan biayanya.
5.2 Saran
Setelah melakukan praktikum pada petani kentang varietas Grenn
dan varietas Mareta ini praktikan mencoba untuk memberikan saran demi perbaikan
dan peningkatan pendapatan petani di Desa Bangsalan, Kecamatan Ngablak,
Kabupaten Magelang untuk selanjutnya, yaitu sebagai berikut :
1.
Petani kentang di Desa Bangsalan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten
Magelang tetap mengembangkan kentang varietas Grenn, karena memberikan
pendapatan yang lebih besar
2.
Petani kentang Varietas Grenn lebih menekan biaya pemeliharaan,
agar dalam pengusahaannya dapat lebih efisien, yaitu memperoleh penerimaan yang
besar namun biaya yang dikeluarkan sedikit, dengan cara meminimalisir
penggunaan pupuk anorganik