Pages

Minggu, 22 April 2018

LAPORAN KEGIATAN ANALISA USAHA TANI DI DESA BANGSALAN


BAB I. PENDAHULUAN




1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah Negara agraris yang sebagian besar penduduknya terdiri dari dari petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting. Sektor pertanian sebagai sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk terutama bagi mereka yang memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Selain itu sektor pertanian, salah satu  hal penting yang harus diperhatikan sebagai penyedia pangan bagi masyarakat. Peningkatan produksi yang harus seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk dapat dicapai melalui peningkatan pengelolaan usahatani secara intensif. Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara pengusahaan suatu usahatani mutlak dibutuhkan agar dapat meningkatkan produktifitas serta dapat meningkatkan pendapatan sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat.
Secara garis besar, besarnya pendapatan usahatani diperhitungkan dari pengurangan besarnya penerimaan dengan besarnya biaya usahatani tersebut. Penerimaan suatu usahatani akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti luasnya usahatani, jenis dan harga komoditi usahatani yang diusahakan, sedang besarnya biaya suatu usahatani akan dipengaruhi oleh topografi, struktur tanah, jenis dan varietas komoditi yang diusahakan, teknis budidaya serta tingkat teknologi yang digunakan.

kentang merupakan komoditi yang dapat diperhitungkan oleh para petani. Usahatani kentang berperan dalam pembangunan nasional Indonesia, walaupun dalam skala usaha rumah tangga persatuan luas lahan yang kecil. Dalam kenyataannya  di pasar, petani hanya diposisikan sebagai price taker yang tidak dapat mengendalikan harga di pasar. Oleh karena itu yang dapat dilakukan oleh petani kentang adalah bagaimana mengefisienkan usahataninya semaksimal mungkin. Untuk itulah analisis pendapatan merupakan cara yang tepat untuk mengetahui hasil usahatani kentang. Karena faktor produksi sebagian sudah dilakukan oleh rumah tangga petani sendiri, maka digolongkan sebagai biaya yang tidak riil dikeluarkan. Hal-hal lain yang sangat berpengaruh terhadap pendapatan usahatani kentang adalah menyangkut biaya-biaya yang berbeda-beda antara usahatani kentang satu dengan usahatani kentang yang lainya sebagai karakteristik varietas.
Dalm praktikum Ilmu Usahatani ini, penulis berusaha untuk membandingkan analisis pendapatan antara petani terong varietas Ungu dan petani terong varietas Hijau di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. Dari perbandingan tersebut maka diharapkan penulis dapat menentukan terong varietas mana yang sebaiknya diusahakan oleh petani terong di wilayah tersebut.

1.2    Maksud Dan Tujuan    
1.2.1 Maksud
Praktikum Ilmu Usahatani ini dilaksanakan dengan maksud untuk melatih mahasiswa dapat memperhitungkan besarnya biaya dan pendapatan dari usahatani.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah;
1.      Mengetahui besarnya biaya dan pendapatan dari suatu usahatani terong varietas Ungu.dan  varietas Hijau.
2.      Menganalisa efisiensi dan kemanfaatan dari suatu usahatani terong varietas Ungu.dan varietas Hijau.



  
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 
2.1. Budidaya Tanaman
Terung termasuk salah satu sayuran buah yang banyak digemari oleh berbagai kalangan. Cita rasanya enak dijadikan lalap segar ataupun masak sayur lodeh, opor, dan juga diolah menjadi terung asinan serta manisan. Nilai ekonomi dan sosial terung cukup tinggi. Produksi terung ini tidak hanya lak dipasaran dalam negeri, tetapi juga sudah menjadi mata dagang ekspor. Bentuk produk terong yang sudah menembus pasar ekspor adalah “terung asinan” antara lain ke Jepang (Rukmana, 1994).
Tanaman terung dapat tumbuh dan berproduksi baik di dtaran rendah sampai dataran tinggi ± 1.000 meter dari permukaan laut (dpl). Selama pertumbuhannya, terung menghendaki keadaan suhu antara 22°-30° C, cuaca panas, dan iklimnya kering, sehingga cocok ditanam pada musim kemarau. Pada keadaan cuaca panas akan merangsang dan memepercepat proses pembungaan ataupun pembuahan. Namun, bila suhu udara tinggi (diatas 32°C), pembungaan dan pembuahan terung akan terganggu, yakni bunga dan buah berguguran (Rahardi, dkk, 1993).
Tanaman terung tergolong tahan terhadap penyakit layu bakteri. Meskipun demikian penanaman terung di daerah yang curah hujannya tinggi dapat mempengaruhi kepekaannya terhadap serangan penyakit layu bakteri (Pseudomonas solanacearum E.F Smith) (Rukmana, 1994).
Tanaman terung dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah. Tetapi keadaan tanah yang paling baik untuk tanaman terung adalah jenis lempung berpasir, subur, kaya akan bahan organik, aerasi dan drainase baik, serta pada pH antara 6,6  – 7,3 (Rahardi, dkk, 1993).
2.2. Landasan Teori
         Usahatani adalah organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi pertanian. Petani sebagai pengelola usahatani termasuk pembiayaannya adalah seseorang yang membutuhkan dan berperan dalam perencanaan bisnis yang meliputi penyediaan dan pengalokasian dana, menciptakan dana melalui pengendalian sumber-sumber serta            mengelolanya dalam kegiatan produksi seefektif mungkin. Dengan demikian petani tidak boleh salah langkah dalam tindakannya untuk mencapai tujuan produksi tersebut (Hernanto,1988).
Usahatani dapat dikatakan berhasil minimal harus dapat menghasilkan cukup pendapatan untuk membayar biaya semua alat yang diperlukan, bunga modal, upah tenaga kerja petani dan keluarganya yang digunakan untuk usahatani secara layak dan dapat mempertahankan keadaan usahatani sedikitnya berada dalam keadaan semula (Hadisaputro, 1973).
Ketika membicarakan laba, kebanyakan orang mengaitkannya dengan uang sisa dari pendapatan, setelah dikurangi semua biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan itu. Laba besarnya mengacu pada surplus atau kelebihan pendapatan atas biaya (keuntungan netto dari suatu proses produksi). Menurut kami, laba adalah perbedaan antara pendapatan kotor (Gross Income) dan biaya operasi (Operating Cost). Biaya operasi adalah jumlah semua biaya tidak tetap ditambah biaya tetap untuk operasi (bukan biaya tetap total). Dengan kata lain, laba adalah marjin kotor total kurang biaya tetap untuk operasi (Makeham, et al, 1999).
Imbalan usahatani berasal dari empat sumber utama :
1)      Pendapatan usahatani, yaitu pendapatan uang berasal dari kegiatan usahatani dan peternakan setiap tahun. Ada lima sumber umum dalam kategori pendapatan usahatani :
1.      Penjualan produk tanaman, ternak dan hasil-hasil ternak (susu, kompos)
1.      Produk-produk usahatani yang dikonsumsi oleh keluarga tani
      3      Sisa hasil usaha (SHU) dari koperasi, kelompok tani dimana petani yang bersangkutan       
               menjadi anggota
4  Pendapatan non uang tunai yang berasal dari perubahan inventaris (stok ekstra yang                                             
     ada pada akhir tahun jual bel
2)      Penerimaan keluarga, dari luar usahatani misalnya : penjualan kerajinan    tangan, laba karena berdagang kecil-kecilan
3)      Penjualan barang modal dan mesin-mesin, yakni penjualan lahan, mesin atau modal lainnya yang bukan merupakan produk normal dalam tahun operasi usahatani, penjualan semacam itu tidak dipandang sebagai bagian dari pendapatan tahunan usahatani
4)      Uang pinjaman
(Makeham, et al, 1999).
Dalam pengaturan faktor-faktor produksi yang dalam keadaan minimal, petani harus memahami sungguh kaitan atau relasi antara faktor-faktor minimal satu sama lain. Faktor-faktor dari usahatani keluarga yang berada dalam keadaan minimal ialah : tanah dan modal. Kaitan-kaitan yang kita maksud adalah :
1)      Peningkatan modal per tenaga kerja atau peningkatan intensitas modal akan mempengaruhi pengelolaan usaha tani keluarga secara demikian :
  • Luas tanah garapan akan bertambah, tetapi luas tanah garapan per kesatuan modal akan menurun, hal itu disebabkan karena perluasan tanah garapan jalannya lebih lamban dari jalannya kenaikan intensitas modal
  • Hasil kerja per tenaga akan naik, tetapi kenaikannya lebih lambat daripada keniakan intensitas modal
2)      Modal per tenaga kerja atau intensitas menurun akan mendatangkan luas tanah garapan menurun, menurunnya luas tanah garapan lebih lambat daripada menurunnya intensitas modal
3)      Jumlah tenaga kerja bertambah atau intensitas kerja naik akan mendatangkan :
  • Menurunnya intensitas modal (modal per tenaga kerja)
  • Luas total dari tanah garapan akan naik, kenaikan luas tanah jalannya tak sejajar dengan kenaikan intensitas kerja, sebaliknya luas tanah per tenaga kerja menurun
  • Produksi total akan naik, tetapi produksi per tenaga kerja akan menurun, pun konsumsi per tenaga kerja akan menurun
·         Daya penampungan tanah terhadap tenaga kerja tidak dipengaruhi
4)      Modal dan tenaga kerja bertambah akan mendatangkan hasil total naik dan luas tanah garapan per tenaga kerja naik
5)      Pengurangan atas alat-alat produksi akan mendatangkan :
1.      Produksi per tenaga kerja akan menurun
2.      Kapasitas kerja akan menurun
3.      Konsumsi akan menurun karena produksi per tenaga kerja menurun
(Tohir, 1991).
Efisiensi usahatani memberikan batas layak dan tidaknya suatu usahatani dilaksanakan. Perhitungan efisiensinya menggunakan biaya dalam usahatani dianalisis melalui imbangan antara penerimaan total dengan biaya total yang disebut Return and Cost Ratio (R/C ratio). Pada metode ini mengandung arti bahwa tingkat efisiensi usahatani diukur atas dasar keuntungan (Hernanto, 1988).
Efisiensi perlu diperhitungkan karena pendapatan usahatani yang tinggi tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi pula, selanjutnya untuk mengetahui manfaat dari suatu teknologi atau keragaman usahatani yang satu terhadap yang lain dapat dilakukan dengan analisis B/C ratio.
(Soeharjo, et al, 1977).
Selain BEP dan ROI yang digunakan dalam analisis usahatani adalah analisis yang bersifat menyeluruh dan ada juga analisis untuk kelayakan usahatani. Analisis lebih menekankan pada kriteria investasi yang pengukurannya diarahkan pada usaha-usaha untuk membandingkan, mengukur serta menghitung tingkat hubungan suatu usahatani. Dan beberapa modal yang dapat digunakan sebagai indikator dalam pengukuran analisis kelayakan. Model ini paling dianjurkan karena perhitungannya masih dalam keadaan kotor. Rumusnya adalah sebagai berikut:
B/C =  Hasil penjualan
Modal produksi
(Rahardi, et al, 1999).

  


BAB III. METODE PENGUMPULAN DATA

3.1. Metode Pengambilan Sampel
3.1.1.      Metode Pengambilan Sampel Wilayah
       Lokasi yang menjadi sampel penelitian dipilih secara Purposive(sengaja)yaituDesa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali dengan pertimbangan bahwa desa ini merupakan wilayah dataran tinggi yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani yang membudidayakan sayuran, salah satunya adalah tanaman terong.
    Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan dua teknik sampel. Pertama teknik Purposive Sampling, yaitu teknik sampling yang didasarkan pada pertimbangan dan kriteria tertentu berdasarkan tujuan penelitian, yaitu petani terong. Teknik yang keduaProporsional Sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pembagian varietas. Jumlah petani yang diambil sebagai sampel sebanyak 20 petani yang terdiri dari 10 petani terong varietas Ungu dan 10 petani terong varietas Hijau.
3.1.2.      Teknik Pengumpulan Data
      Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data pada praktikum Ilmu Usahatani ini adalah metode wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang disesuaikan dengan kebutuhan data dan informasi yang diperlukan. Data yang diperlukan adalah data primer tentang karakteristik petani, biaya serta penerimaan usahatani yang diperoleh secara langsung dari petani.



3.2.   Metode Analisis
3.2.1.      Metode Deskriptif Analisis
Metode ini berusaha memberi arti terhadap data dengan menggambarkannya sesuai keadaan teraktual.  Data tersebut disusun, dianalisis, dijelaskan kemudian diambil kesimpulannya.
3.2.2.      Tabulasi Data
Tabulasi data dimaksudkan sebagai pengelompokkan data-data berdasarkan kriteria tertentu, sehingga data yang dikumpulkan menjadi tidak rancu.
3.2.3.      Persentase dan Rata-rata
Metode yang dilakukan dengan menghitung persentase dari setiap data yang telah dihitung rata-ratanya dari 20 orang responden yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu petani terong varietas Ungu dan petani petani terong varietas Hijau.
3.2.4.      Pendapatan
Perhitungan pendapatan diperoleh dari penerimaan usahatani dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan.
3.2.5.      Analisis R/C
Analisis R/C rasio dilakukan untuk mengetahui efisiensi usahatani yang diperoleh dari perbandingan antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani.
3.2.6.      Analisis B/C
Analisis B/C digunakan untuk membandingkan kemanfaatan dua varietas yang diusahakan dari suatu usahatani yang diperoleh dari perhitungan selisih penerimaan antara dua varietas dibagi dengan selisih biaya.

   
BAB IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Sampel
     Desa yang dipilih untuk pelaksanaan praktikum Ilmu Usahatani kali ini, mengambil obyek di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali yang berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Salatiga. Di desa ini sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani yang membudidayakan tanaman sayuran seperti terong, kol, cabe, wortel, kentang, tomat, labu siyam dan lain-lain. Untuk budidaya tanaman terong, petani memanfaatkan waktu saat musim peralihan yaitu hujan ke musim kemarau, tetapi saat ini banyak juga yang  masih menanam terong walaupun musimnya telah musim hujan, karena tanaman terong tidak banyak membutuhkan air, jadi lebih baik diusahakan pada waktu musim kemarau. Jika ditanam pada musim hujan seperti sekarang, biasanya tanaman terong tidak tumbuh dengan baik karena banyak bunganya yang tidak jadi karena jatuh. Untuk itu, petani biasanya hanya membudidayakan tanaman terong satu musim tanam dalam satu tahun dimana satu musim tanam membutuhkan waktu kurang lebih empat bulan bulan. Di luar bulan itu petani memanfaatkan lahannya untuk ditanami komoditas lain sesuai dengan kondisi iklim dan cuaca. Petani di Desa Bangsalan ini tidak mengeluarkan biaya untuk pengairan karena memang letak wilayahnya di kaki gunung sehingga memungkinkan petani langsung mengairi lahan pertaniannya dari sumber atau dari aliran sungai yang ada. Kondisi lahan pertanian di daerah ini sebagian besar tanahnya berupa lereng, sehingga petani menggunakan sistem sengkedan dan terasering untuk mencegah adanya erosi saat musim hujan. Namun, ada juga yang lahan pertaniannya berupa dataran.
Tabel 4.1.1. Karakteristik Petani Komoditas Terong Varietas Ungu dan Varietas Hijau di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali Tahun 2005.
No
Uraian
Varietas Ungu
Varietas Hijau
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Umur (th)
Pendidikan (th)
Pengalaman mengusahakan (th)
Jumlah anggota keluarga
Jumlah anggota keluarga yang aktif di usahatani
Luas lahan (Ha)
Status kepemilikan
Investasi yang dimiliki
55
9
24
5
3
0.45
Pemilik penggarap
Sabit, cangkul, dan semprotan
52
6
19
5
2
0.41
Pemilik penggarap
Sabit, cangkul, dan semprotan
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 4.1.1. dapat diketahui bahwa kondisi petani terong varietas Ungu di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali ini rata-rata berusia 55 tahun yang memiliki pendidikan sampai tingkat SMP atau 9 tahun sedangkan pada petani varietas Mareta rata-rata berusia 52 tahun dan sebagian besar mengenyam pendidikan hanya sampai SD atau 6 tahun. Pengalaman petani dalam mengusahakan terong varietas Ungu rata-rata selama 24 tahun sedangkan pada varietas Hijau rata-rata selama 19 tahun. Pada umumnya mereka hanya belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang-orang terdahulu dan sedikit pelajaran yang diperoleh dari penyuluhan-penyuluhan yang diberikan di daerah tersebut. Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan petani terong varietas Ungu dan varietas Hijau rata-rata lima orang yang terdiri dari suami, istri, anak dan terkadang ada orang tua yang ikut tinggal bersama petani tersebut sedangkan yang aktif di usahatani hanya tiga orang untuk petani varietas Ungu dan dua orang untuk petani varietas Hijau. Petani di Desa Bangsalan semua memiliki lahan pertanian sendiri yang luas lahannya bervariasi. Petani varietas Ungu rata-rata memiliki luas lahan sekitar 0,45 hektar sedangkan  petani varietas Hijau hanya 0,41 hektar. Sebagian besar kepemilikan lahan ini diperoleh secara turun temurun dari orang tua mereka. Selain itu, ada juga yang memiliki lahan dari hasil membeli. Untuk investasi yang dimiliki oleh semua petani adalah cangkul, sabit dan semprotan yang semuanya digunakan oleh semua petani untuk proses pengolahan usahatani. Petani di Desa Bangsalan tidak menggunakan  traktor, hal ini karena traktor dirasa tidak diperlukan karena kondisi tanah yang sudah gembur yang cukup diolah dengan cangkul, selain itu menurut petani dengan adanya traktor akan menambah biaya usahatani.

4.2 Budidaya Tanaman Oleh Petani Sampel
Dari hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh keterangan sebagai berikut, yaitu petani terong yang ada di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali terbagi kedalam dua kelompok yaitu petani yang mengusahakan terong varietas Ungu dan varietas Hijau. Pengelolaan tanaman terong mengalami tahap-tahap tertentu secara berurutan, antara lain :
1.  Persiapan lahan
Lahan biasanya sudah digunakan untuk budidaya tanaman sebelumnya sehingga kondisi lahan masih gembur dan hanya memerlukan sedikit air untuk memudahkan dalam pencangkulan. Dalam persiapan lahan, petani di Bangsalan ini tidak menggunakan traktor karena kondisi tanah yang sudah gembur sehingga adanya traktor dirasa tidak perlu. Pada persiapan lahan biasanya petani memakai tenaga kerja keluarga.
2.  Pencangkulan
Lahan yang sudah mengandung air dicangkul dan diberi pupuk kandang sebanyak 5 ton untuk 1000 mtanah. Tanah dicangkul sedalam 50 cm, hal ini dimaksudkan agar terong yang ditanam dalam tanah nantinya dapat menyerap unsur hara. Tenaga kerja yang dipakai untuk mencangkul tanah yaitu tenaga petani dengan sistem borongan.
3.  Penanaman.
Benih yang sudah disiapkan, ditanam/ditimbun dalam tanah bedengan sedalam 15 – 20 cm, dengan jarak antara bibit satu dengan yang lainnya 30 cm, setelah itu di sekitar bibit yang ditanam diberi tongkat. Hal ini dimaksudkan agar nanti pada saat batang mulai tumbuh dapat didukung oleh tongkat tersebut untuk bisa tetap berdiri tegak. Tenaga kerja yang dipakai sebanyak 15 – 20 orang tenaga kerja wanita.
4.  Pemeliharaan
Pemeliharaan terong baik varietas Ungu maupun varietas Hijau meliputi kegiatan menyiangi, memupuk dan menyemprot. Menyiangi yaitu mencabuti rumput dan ilalang yang tumbuh disekitar tanaman terong yang keberadaannya dapat menghambat pertumbuhan terong itu sendiri. Petani memupuk tanaman terong dengan komposisi pupuk yang sudah ditakar, biasanya terdiri dari KCL, ZA, TSP dan Urea sebanyak kurang lebih 950 kg untuk lahan seluas 1 hektar. Sedangkan pestisida yang biasa dipakai petani terong di Desa Bangsalan adalah Matador, Ditane, Antracol, Dusrban dan Cosin. Penggunaannya harus sesuai takaran, misalnya untuk 1 hektar diberi 4 liter Matador, 4 kg Ditan dan 4 kg Antrakol yang memiliki fungsi yang berbeda-beda. Matador untuk mengobati hama tikus dan wereng, Antracol dan Ditane berguna agar daun tanaman menjadi tebal sehingga tanaman kebal tergadap penyakit, sedangkan Dusrban berfungsi agar tanaman kentang tidak cepat membusuk. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar.
5.  Panen.
Tanaman terong sudah dapat dipanen saat kentang berumur ± 120 hari atau empat bulan. Untuk pemanenan, tenaga kerja yang dipakai adalah tenaga kerja upahan lepas sehingga petani memiliki tanggungan untuk memberi upah pada mereka, namun tidak memberi makan.
7.  Pasca panen.
Saat pasca panen, petani terong biasanya tidak mengeluarkan biaya transportasi pengangkutan terong., karena setelah itu biasanya para pembeli datang langsung ke lahan petani yang telah panen, sehinga biaya transportasi sudah menjadi tanggungan pedagang.
4.3 Analisis Hasil   
Tabel 4.3.1. Besarnya Biaya yang Dikeluarkan oleh Petani Dalam Usahatani Terong Varietas Ungu Tahun 2005 (Rp)
No
Uraian
Per Luas Usahatani
Per Hektar
Nilai (Rp)
%
Nilai
%
1





2
3
4
Saprodi
1.      Bibit
2.      Pupuk (kandang, urea dll)
3.      Pestisida
Tenaga kerja
Pengairan
Pajak /sewa tanah
261.000,00
1.302.900,00
150.900,00
412.420,00
                       –
5.500,00
12,23
61,09
    7,08
19,34
–      0,26
        678.660,00
2.949.908,40
       401.704,00
962.361,10
12.137,50
13,56
58,94
     8,03
   19,23
     –         0,24

Total biaya
2.132.720,00
100
5.004.771,00
100
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 4.3.1 dapat diketahui bahwa alokasi pengeluaran terbesar pada Saprodi khususnya pupuk yaitu sebesar Rp 1.302.900,00 atau sebesar   61,1 % dari seluruh total pengeluaran per luas usahatani. Jika dikonversikan dalam luas per hektar maka akan didapat alokasi biaya sebesar                      Rp 2.949.908,40 atau sebesar 58,94 %. Alokasi biaya yang dikeluarkan untuk bibit sebesar Rp 261.000,00 atau 12,23 % untuk tiap luas usahatani dan sebesar Rp 678.600,00 per hektarnya. Bibit yang digunakan ada dua macam yaitu bibit yang umbinya berukuran kecil dan bibit yang umbinya berukuran besar. Harga bibit kedua ukuran tersebut sama yaitu Rp 600,-/kg, yang membedakan hanyalah jumlahnya umbinya. Biaya yang dikeluarkan untuk pestisida sebesar Rp 150.900,00 atau 7,08% dari total biaya per luas usahatani dan sebesar Rp 401.704,00 atau 8,03 % per hektarnya. Biaya untuk tenaga kerja luar sebesar Rp 412.420,00 atau 19,34 % dari total biaya per luas usahatani dan jika dikonversikan ke dalam Ha akan diperoleh hasil sebesar  Rp 962.361,10 atau 19,23 %. Pengairan  pada lahan pertanian yaitu langsung dari aliran sungai yang ada di sekitarnya, selain itu juga menggantungkan air hujan, sehingga petani tidak mengeluarkan biaya untuk pengairan. Pajak tanah yang harus ditanggung petani adalah Rp 5.500,00 per luas usahatani atau     Rp 12.137,00 per hektar lahan pertanian untuk satu kali musim tanam atau tiga bulan. Petani kentang di Bangsalan semua memiliki lahan sendiri sehingga tidak terkena biaya sewa lahan. Total biaya yang dikeluarkan untuk komoditas kentang varietas Grenn sebesar Rp 2.132.720,00.
Tabel 4.3.2. Besarnya Biaya yang Dikeluarkan oleh Petani Dalam Usahatani Terong Varietas Hijau Tahun 2005 (Rp)
No
Uraian
Per Luas Usahatani
Per Hektar
Nilai (Rp)
%
Nilai
%
1




2
3
4
Saprodi
1.      Bibit
2.      Pupuk (kandang, urea dll)
3.      Pestisida
Tenaga kerja
Pengairan
Pajak /sewa tanah
160.000,00
787.050,00
174.800,00
379.100,00
5.125,00
10,62
52,26
  11,61
   25,17
           –
     0,34
          376.666,70
     1.905.200,00
       440.033,40
       925.733,30
                  –
       12.500,00
10,29
52,06
12,02
25,29
0,34

Total biaya
1.506.075,00
 100
3.660.133,4,00
  100
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 4.3.2. dapat disimpulkan bahwa alokasi pengeluaran terbesar pada saprodi terutama pada pupuk yaitu sebesar Rp 787.050,00 atau 52,26 % dari total biaya per luas usahatani dan sebesar Rp 1.905.200,00 atau 52,06 % per hektar. Pupuk yang digunakan sama dengan pada varietas Grenn yaitu pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (urea, KCL, ZA, dan TSP). Biaya  yang dikeluarkan untuk pestisida sebesar Rp 174.800,00 atau 11,61 % per luas usahatani dan Rp 440.033,40 atau 12,02 % untuk luas perhektar. Biaya untuk bibit sebesar Rp 160.000,00 atau 10,62 % perluas usahatani dan sebesar Rp 376.667,70 atau 10,29 % per hektarnya. Biaya untuk tenaga kerja luar sebesar Rp 379.100,00 atau 25,17 % dan jika dikonversikan dalam luasan perhektar maka biaya untuk tenaga kerja sebesar Rp 925.733,30 atau 25,29 %. Sama halnya pada kentang varietas Grenn pada varietas Mareta ini biaya pengairan uga tidak ada, karena air diperoleh dari sungai dan air hujan. Sedangkan biaya untuk pajak tanah sebesar Rp 5.125,00 atau 0,34 % per luas usahatani. Total biaya yang dikeluarkan untuk varietas Mareta lebih kecil dibanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk varietas Grenn, yaitu sebesar Rp 1.506.075,00.
Tabel 4.3.3. Produksi, Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Terong Varietas Ungu di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali.
No
Uraian
Per Luas Usahatani
Per Hektar
1.
2.
3.
4.
Produksi (Kg)
Penerimaan (Rp)
Total Biaya (Rp)
Pendapatan (Rp)
                     4.390,00
            15.365.000,00
              2.132.720,00
            13.232.330,00
           9.777,30
             32.599.564,20
               5.004.771,00
             27.594.843,00
Sumber : Analisis Data Primer

Dari Tabel 4.3.3. diketahui bahwa produksi rata-rata komoditas kentang varietas Grenn sebesar 4.390 kg per luas usahatani atau sebesar 9.777,3 kg per hektarnya. Di desa Bangsalan ini standar harga kentang varietas Grenn dari petani ke pedagang pengumpul sebesar Rp 3.500,00 per kg, sehingga penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 15.365.000,00 per luas usahatani atau  Rp 32.599.564,20 per hektarnya. Untuk biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 2.132.720,00 per luas usahatani atau               Rp 5.004.771,00 per hektar, sehingga diketahui pendapatan yang diperoleh petani sebesar Rp 13.232.330,00 per luas usahatani atau Rp 27.594.843,00 per hektarnya.
Tabel 4.3.4. Produksi, Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Terong Varietas Hijau di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali.
No
Uraian
Per Luas Usahatani
Per Hektar
1.
2.
3.
4.
Produksi (Kg)
Penerimaan (Rp)
Total Biaya (Rp)
Pendapatan (Rp)
                     3.740
            11.220.000
              1.506.075
              9.713.925
                 9.121,95
27.550.000
3.660.133,3
23.889.866,7
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 4.3.4. dapat diketahui bahwa produksi kentang varietas Mareta sebesar 3.740 kg per luas usahatani atau 9.121,95 kg per hektar. Dan penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 11.220.000,00 per luas usahatani atau Rp 27.550.000,00 per hektar. Penerimaan ini diperoleh berdasarkan perhitungan harga kentang varietas Mareta yaitu Rp 3.000,00 per kg dikalikan dengan jumlah produksi kentang. Untuk total biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaannya sebesar Rp 1.506.075,00 per luas usahatani atau                   Rp 3.660.133,30 per hektar. Sedangkan pendapatan yang diperoleh petani kentang varietas Mareta yaitu sebesar Rp 9.713.925,00 per luas usahatani atau Rp 23.889.866,70 per hektar.
Dari Tabel 4.3.3 dan Tabel 4.3.4 dapat dibandingkan bahwa jumlah produksi, penerimaan, total biaya pada kentang varietas Grenn lebih besar daripada kentang varietas Mareta. Perbedaan pendapatannya juga cukup besar dan berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena kualitas kentang varietas Grenn lebih baik yaitu ukurannya lebih besar dan lebih tahan lama, sehingga harga jualnya juga lebih besar dibanding dengan varietas Mareta. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan petani kentang di Desa Bangsalan lebih memilih varietas Grenn daripada varietas Mareta.
Tabel 4.3.5  Besarnya R/C Ratio dan Incremental B/C Ratio pada Usahatani Terong Tahun 2005 di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolai.
No
Varietas
Penerimaan (Rp)
Biaya (Rp)
Pendapatan (Rp)
R/C Ratio
B/C Ratio
1.
2.
Ungu
Hijau
32.599.564,20
27.550.000,00
5.004.771,00
3.660.133,30
27.594.843,00
23.889.866,70
     6,50
7,53
     3,75
Sumber : Analisis Data Primer
Perhitungan
1. R/C Ratio
a. Varietas Ungu
R/C Ratio =  Χ Penerimaan Usahatani per Ha
X Biaya Usahatani per Ha
=   Rp 32.599.0564,20
Rp   5.004.771,00
=   6,5

b. Varietas Hijau
R/C Ratio = Χ Penerimaan Usahatani per Ha
X Biaya Usahatani per Ha
= Rp 27.550.000,00
Rp   3.660.133,30
= 7,53
2. B/C Ratio (Incremental)
B/C Ratio =  Δ Penerimaan Usahatani per Ha
Δ Biaya Usahatani per Ha
= Rp 32.599.564,20 – Rp 27.550.000,00
Rp   5.004.770,00 –  Rp 3.660.133,30
= Rp 5.049.564,20
Rp 1.344.637,70
= 3,75
Dari Tabel 4.3.5 diketahui besarnya R/C ratio varietas Grenn yaitu 6,5 dengan perhitungan rata-rata penerimaan per hektar dibagi dengan rata-rata biaya usahatani per hektar. Sedangkan untuk varietas Mareta diperoleh nilai R/C ratio sebesar 7,53, yang berarti nilai R/C ratio pada varietas Mareta lebih besar dari varietas Grenn. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kentang varietas Mareta mempunyai efisiensi lebih besar dibanding usahatani kentang varietas Grenn. Nilai B/C ratio yaitu 3,75 yang diperoleh dari perhitungan selisih penerimaan usahatani per hektar dibagi selisih biaya usahatani per hektar antara varietas Grenn dengan varietas Mareta.
4.4 Pembahasan
Petani terong varietas Ungu di Desa Bangsalan, Kecamatan Teras, Kabupaten  Boyolali rata-rata berusia 55 tahun, sedangkan petani kentang varietas Mareta rata-rata berusia 52 tahun, yang berarti masih dalam usia produktif.  Pengalaman petani kentang varietas Ungu dalam usahatani, yaitu 24 tahun, lebih lama dibandingkan pengalaman petani kentang varietas Mareta yakni 19 tahun.  Hal ini dikarenakan petani responden untuk usahatani kentang varietas Mareta kebanyakan memang baru dalam usahatani ini. Kepemilikan lahan petanian jika dirata-rata adalah 0,45 hektar namun pada dasarnya bervariasi, mulai dari 0,1 hektar, 0,5 hektar sampai 1 hektar. Petani pemillik luas lahan 1 hektar adalah petani yang juga menjadi pamong desa, sehingga lahan tersebut merupakan tanah bengkok. Status kepemilikan lahan adalah pemilik penggarap, dimana lahan ini diperoleh petani secara turun-temurun dari warisan orang tua dan ada sebagian petani memiliki lahan dengan membeli. Investasi yang dimilki oleh semua petani adalah cangkul, sabit dan semprotan yang digunakan dalam proses pengelolaan usahatani kentang. Petani di Bangsalan tidak menggunakan traktor untuk mengolah lahan, disebabkan karena keadaan tanah di Desa Bangsalan sudah gembur dan lembab sehingga keberadaan traktor dirasa tidak perlu, selain itu petani beranggapan dengan menggunakan traktor maka biaya yang akan dikeluarkan akan semakin besar.
Dalam pembudidayaan kentang baik varietas Grenn maupu varietas Mareta melalui beberapa tahap antara lain : persiapan lahan, pencangkulan, penggilian, penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, panen dan pasca panen. Pada tahap persiapan lahan, petani membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya kemudian lahan dialiri air yang diambil dari sungai yang terdekat, agar tanah menjadi lembab dan lebih gembur sehingga memudahkan dalam pencangkulan. Selanjutnya petani mencangkul lahan sedalam 50 cm agar unsur hara-unsur hara dan mikroba yang ada dalam tanah dapat tercampur, yang nantinya akan dibutuhkan oleh tanaman kentang dalam pertumbuhannya. Kemudian tanah diberi pupuk kandang agar kesuburan tanah tetap terjaga. Lahan yang sudah dicangkul kemudian dibuat bedengan memanjang yang tingginya kurang lebih 20 cm dan lebarnya 20 cm. Hal ini dimaksudkan agar air yang mengalir tidak langsung mengenai bibit kentang. Karena apabila air mengenai kentang maka akan terjadi kebusukan sebelum kentang bisa dipanen. Tahap selanjutnya adalah penanaman bibit kentang yang sudah disiapkan, yaitu berupa umbi yang sudah tumbuh batang dan daunnya, dan petani memperoleh bibit ini dengan membeli. Bibit ditanam dengan kedalaman 20 cm pada bedengan yang sudah dibuat dan jarak tanam antara bibit yang satu dengan lainnya kurang lebih 30 cm, kemudian tiap bibit diberi tongkat setinggi 30 cm dengan maksud untuk mendukung pertumbuhan tanaman kentang agar tetap tegak berdiri. Petani menyiangi tanaman tiga sampai lima kali dalam satu musim, hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan tanaman kentang tidak kalah dengan tumbuhan liar yang merugikan. Supaya mendapatkan hasil yang optimal petani memberi pupuk anorganik dan pestisida pada tanaman kentang. Pupuk anorganik yang biasa digunakan petani di Bangsalan adalah urea, KCL, TSP dan ZA, dengan kompisisi dan takaran yang sudah disesuaikan. Pestisida yang digunakan adalah Matador, Ditane, Antracol, Dursban dan cosin. Pestisida ini digunakan untuk mencegah adanya hama dan penyakit pada tanaman kentang. Setelah tanaman kentang berumur kurang lebih 80 – 90 hari maka tanaman tersebut sudah siap dipanen. Pada pasca panen kentang dimasukkan dalam kantong plastik dan diangkut kerumah yang selanjutnya dibersihkan dari sisa-sisa tanah yang menempel dengan air. Kemudian petani menunggu pedagang pengumpul yang akan membeli kentang tersebut yang datang dari berbagai daerah seperti Semarang, Surakarta, Yogyakarta dan sebagainya. Jadi petani tidak perlu menjual kentangnya kepasar.
Pemeliharaan kentang baik varietas Grenn maupun varietas Mareta, keduanya sama-sama membutuhkan sedikit air, namun membutuhkan udara yang lembab. Untuk itu, petani membudidayakan kentang pada musim peralihan (musim hujan ke musim kemarau) yaitu bulan Maret sampai bulan Juni sehingga dalam pembudidayaannya petani tidak mengeluarkan biaya untuk pengairan.
Dalam pembudidayaannya terdapat perbedaan antara kentang varietas Grenn dan varietas Mareta. Pada dasarnya kualitas kentang varietas Grenn lebih bagus daripada varietas Mareta yaitu umbi kentang varietas Grenn lebih besar dan tahan lama dari kebusukan, untuk itu petani kentang varietas Grenn benar-benar memperhatikan dalam pemeliharaannya mulai dari penggunaan bibit, pemupukan, pestisida sampai pasca panen, demi mendapatkan hasil yang lebih optimal, sehingga nilai jualnya lebih besar dan penerimaan yang diperoleh petani pun lebih besar. Sedangkan petani kentang varietas Mareta cenderung kurang memperhatikan dalam pemeliharaannya.
Biaya yang dikeluarkan untuk usahatani kentang varietas Grenn lebih besar dibandingkan dengan biaya usahatani varietas Mareta. Besarnya biaya usahatani kentang varietas Grenn disebabkan oleh tingginya  biaya bibit yang digunakan dan tingginya biaya pupuk. Seperti yang telah dijelaskan diatas, yaitu karena keinginan petani memperoleh hasil yang lebih optimal pada kentang varietas Grenn, untuk itu petani benar-benar memperhatikan dalam pemeliharaannya sampai pada kebutuhan pupuk, dan petani rela mengeluarkan biaya yang lebih besar. Biaya untuk tenaga kerja luar pada kedua usahatani hampir sama. Di Desa Bangsalan rasa kekeluargaan dan kegotong-royongannya masih kuat, sehingga pada beberapa kegiatan seperti pada persiapan lahan dan panen, tenaga kerja yang digunakan adalah dengan sistem sambatan yang berarti tenaga kerja tersebut tidak diberi upah hanya diberi makan dan jajanan.
Hasil produksi kentang varietas Grenn per hektarnya lebih besar daripada hasil usahatani kentang varietas Mareta.  Selain itu nilai jual pada kentang varietas Grenn lebih besar daripada varietas Mareta, sehingga penerimaan yang diperoleh petani kentang varietas Grenn lebih besar pula.
Pendapatan usahatani merupakan selisih dari penerimaan usahatani dengan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani kentang varietas Grenn lebih besar dari pada usahatani kentang varietas Mareta. Hal ini karena jumlah produksi dan nilai jual kentang varietas Grenn lebih besar daripada kentang varietas Mareta, sehingga mempengaruhi besarnya pendapatan.
Efisiensi usahatani kentang varietas Grenn dan varietas Mareta dapat dilihat dari nilai R/C rasionya. R/C rasio menunjukkan penerimaan dari tiap rupiah yang dikeluarkan untuk usahatani. Berdasarkan R/C rasionya, usahatani kentang varietas Mareta lebih efisien dari kentang varietas Grenn, karena nilai R/C rasionya lebih tinggi. Rendahnya efisiensi usahatani kentang varietas Grenn disebabkan biaya usahatani yang tinggi.  Namun dalam prakteknya usahatani yang lebih efisien tidak selalu memberikan keuntungan yang lebih besar. Kondisi ini ditunjukkan dari sikap petani yang sebagian besar justru mengusahakan kentang varietas Grenn, karena pada varietas ini memberikan keuntungan atau pendapatan yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan tujuan awal dari usahatani yaitu memperoleh pendapatan yang setinggi-tinginya. Nilai incremental B/C ratio yaitu 3,75 yang diperoleh dari selisih penerimaan usahatani per hektar dibagi selisih biaya usahatani per hektar antara varietas Grenn dengan varietas Mareta. B/C ratio yang nilainya > 1 ini menunjukkan bahwa penambahan biaya untuk kedua varietas ini masih memberikan manfaat atau dengan kata lain penambahan produksi untuk kedua varietas ini masih lebih besar daripada penambahan biayanya.


  



BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan pada petani kentang varietas Grenn dan Varietas Mareta di Desa Bangsalan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Jumlah produksi yang dihasilkan dari usahatani kentang Varietas Grenn sebanyak 9.777,3 kg per hektar, sedangkan jumlah produksi kentang varietas Mareta sebanyak 9.121,95 kg per hektar
2.      Penerimaan yang diperoleh dari usahatani kentang varietas Grenn sebesar               Rp 32.599.564,20 per hektar, sedangkan pada kentang varietas Mareta sebesar Rp 27.550.000,00 per hektar
3.      Total biaya yang dikeluarkan pada usahatani kentang varietas Grenn sebesar Rp 5.004.770,00 per hektar sedangkan kentang varieras Mareta  Rp 3.660.133,30 per hektar
4.      Pendapatan yang diterima pada usahatani kentang varietas Grenn sebesar             Rp 27.594.843,00 per hektar, sedangkan pada kentang varietas Mareta sebesar Rp 23.889.866,70 per hektar
5.      R/C ratio kentang varietas Grenn adalah 6,5 lebih kecil dibanding kentang varietas Mareta sebesar 7,53. Hal ini berarti bahwa usahatani kentang varietas Mareta mempunyai efisiensi yang lebih besar daripada usahatani kentang varietas Grenn.
6.      B/C ratio (incremental) dari kedua varietas adalah 3,75 yang berarti nilainya > 1. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan biaya untuk kedua varietas ini masih memberikan manfaat atau dengan kata lain penambahan produksi untuk kedua varietas ini masih lebih besar daripada penambahan biayanya.
5.2 Saran
Setelah melakukan praktikum pada petani kentang varietas Grenn dan varietas Mareta ini praktikan mencoba untuk memberikan saran demi perbaikan dan peningkatan pendapatan petani di Desa Bangsalan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang untuk selanjutnya, yaitu sebagai berikut :
1.      Petani kentang di Desa Bangsalan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang tetap mengembangkan kentang varietas Grenn, karena memberikan pendapatan yang lebih besar
2.      Petani kentang Varietas Grenn lebih menekan biaya pemeliharaan, agar dalam pengusahaannya dapat lebih efisien, yaitu memperoleh penerimaan yang besar namun biaya yang dikeluarkan sedikit, dengan cara meminimalisir penggunaan pupuk anorganik


Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

IG. mardin_duri